Akhir-akhir ini kata burnout sering muncul di berbagai unggahan media sosial tentang stres kerja. Meski tampak serupa, tetapi burnout berbeda dengan stres kerja. Yuk, pahami perbedaan burnout dan stres kerja selengkapnya di bawah ini.
Perbedaan Burnout dan Stres Kerja
Mari mulai dari stres kerja, yang sangat umum terjadi di antara para karyawan. Stres kerja adalah kondisi mental di mana seseorang menghadapi ketegangan akibat peristiwa merugikan di tempat kerja, sehingga sangat umum terjadi di kalangan pekerja.
Meskipun mengakibatkan ketegangan, tetapi tekanan itu juga bisa membuat Anda tetap waspada dan berusaha jadi lebih baik lagi. Ketika Anda stres, hormon kortisol akan meningkat, sehingga membuat Anda aktif berpikir untuk mencari jalan keluar dari masalah yang membuat Anda stres itu.
Namun, jika Anda mengalami stres kerja yang terlalu lama, maka Anda bisa mengalami burnout syndrome. Melansir Healthline, burnout adalah kondisi kelelahan fisik dan mental yang membuat seseorang merasa tidak ada satu hal pun yang dapat menyenangkannya.
Istilah burnout pertama kali diperkenalkan psikolog Herbert Freudenberger sekitar tahun 1979 silam untuk menggambarkan kondisi stres parah, yang memicu kelelahan fisik, mental, dan emosional. Kondisi burnout berasal dari paparan situasi yang penuh tekanan secara terus-menerus seperti bekerja tanpa istirahat yang cukup, merawat orang sakit setiap hari tanpa kemampuan profesional, dan lain sebagainya.
Stres kerja biasanya hanya berlangsung di tempat kerja. Sementara orang yang mengalami burnout terkadang sampai enggan untuk bangun dari tempat tidurnya setiap pagi, tak peduli hari apa pun, karena sudah putus asa untuk menjalani hidup. Dengan demikian, maka burnout bisa memengaruhi produktivitas seseorang secara negatif di dalam waktu yang cukup lama.
Ciri-Ciri Burnout dan Stres
Dilansir dari Forbes, inilah ciri-ciri yang tampak pada orang yang sedang mengalami burnout:
- Kekurangan waktu tidur, yaitu kurang dari 6 jam setiap harinya.
- Kewalahan dan merasa pekerjaan tidak pernah selesai, walaupun sudah terus mengerjakannya.
- Kelelahan fisik dan mental yang senantiasa menguras energi.
- Merasa tidak produktif dan efektif saat bekerja.
- Mengasingkan diri secara fisik dan mental.
- Sulit bahagia, bahkan emosi cenderung terasa tumpul.
- Bisa berujung pada depresi.
Sementara stres kerja ditandai oleh ciri-ciri berikut ini:
- Cenderung cepat tidur agar terbebas (sementara) dari masalah.
- Cenderung antusias pada sesuatu.
- Imbas utamanya merusak fisik.
- Emosinya jadi sangat reaktif.
- Jadi hiperaktif dan terburu-buru.
- Kehilangan tenaga.
- Bisa berujung pada gangguan kecemasan.
Cara Mengatasi Burnout
Jika stres kerja umumnya dapat diatasi dengan sekadar menyantap makanan enak atau menonton serial favorit, maka lain halnya dengan burnout. Untuk mengatasi burnout, Anda bisa melakukan deretan cara ini:
- Sampaikan kepada atasan bahwa Anda mengalami burnout dan diskusikan jalan keluarnya bersama.
- Batasi diri dari orang yang selalu berpikir negatif tanpa mencari solusi sedikit pun, agar Anda tidak semakin terpuruk.
- Lakukan relaksasi, seperti yoga, meditasi, atau taichi.
- Lakukan olahraga secara rutin. Jika belum terbiasa, maka cobalah olahraga ringan untuk mengalihkan pikiran Anda.
- Tidur yang cukup untuk menjaga konsistensi kinerja otak (tetap mampu berpikir jernih) dan tubuh (tetap bugar). Rutin tidur siang juga bisa membantu untuk meningkatkan produktivitas.
Kesimpulan
Burnout merupakan dampak dari stres kerja yang berkepanjangan, sehingga keduanya masih berkaitan. Jika stres kerja berlangsung singkat dan di tempat kerja saja, maka lain halnya burnout yang bisa berlangsung lebih lama, bahkan berminggu-minggu, hingga membuat seseorang enggan untuk bangun pagi dari tempat tidurnya.
Anda dapat melakukan berbagai cara di atas untuk mengatasinya. Namun, jika belum kunjung berhasil, maka Anda bisa berkonsultasi kepada psikolog terdekat.