Tingginya penggunaan media sosial mengharuskan para pebisnis memasarkan produk dan jasa lewat media sosial, seperti dengan membayar jasa KOL dan influencer. Namun, tak sedikit pebisnis yang belum memahami perbedaan KOL dan influencer.
Ya, walaupun keduanya sudah sering wara-wiri di berbagai media sosial, seperti Instagram, Tiktok, dan YouTube, tetapi pengertian dan cara kerja keduanya sebenarnya berbeda. Yuk, simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.
Pengertian KOL
KOL adalah singkatan dari Key Opinion Leader, yang merupakan seseorang yang menguasai hal tertentu, seperti pengetahuan atau keahlian khusus. Dengan menguasai hal itu, maka perkataan seorang KOL bisa didengarkan dengan baik oleh masyarakat luas.
Sebagai contoh, ketika Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempromosikan apparel brand Indonesia yang bekerja sama dengan pesepak bola dunia untuk membuat produk olahraga.
Pengertian Influencer
Sesuai namanya, influencer adalah seseorang yang mampu memengaruhi orang lain lewat opininya terhadap suatu hal. Berkat kemampuan itu, influencer sering diajak brand bekerja sama untuk mengulas produk atau jasa yang sesuai minatnya.
Jumlah followers (pengikut) di media sosial menjadi faktor yang menentukan bayaran untuk setiap influencer. Semakin banyak followers-nya, tentu rate card-nya semakin tinggi.
Flock Social membagi tingkatan influencer sebagai berikut:
- Nano influencer: 1.000-10.000 followers
- Micro influencer: 10.001-100.000 followers
- Macro influencer: 100.001-1.000.000 followers
- Mega influencer: 1.000.001 < followers
Perbedaan KOL dan Influencer
Lantas, apa perbedaan antara KOL dan influencer serta manakah yang sebaiknya dipilih brand?
Kredibilitas
Jumlah followers tidak terlalu memengaruhi KOL, karena kredibilitasnya dinilai berdasarkan keahlian dan bidang yang dikuasai. Semakin valid pendapat yang disampaikan, maka semakin terkenal pula KOL tersebut. Sementara bagi influencer, followers menjadi tolok ukur kredibilitas. Dengan minat dan konten yang spesifik, influencer tentu memiliki pengikut setia masing-masing.
Untuk menjaga kesetiaan tersebut, influencer harus senantiasa menghasilkan konten yang berkualitas. Semakin tingginya konsistensi dan kualitas konten yang dibuat, maka semakin tinggi pula kredibilitas influencer di mata pengguna media sosial.
Media
KOL dan influencer menggunakan media yang berbeda. KOL membangun persona di luar media sosial, yaitu melalui keahliannya. Oleh karena itu, media yang digunakan untuk menyampaikan pendapat tidak terbatas hanya pada media sosial, tetapi juga televisi, radio, dan media cetak.
Sementara influencer membangun persona lewat konten pribadi di media sosial, seperti Instagram, TikTok, dan Twitter, sehingga tentu menggunakan media sosial untuk menyampaikan ulasan.
Cara Berkomunikasi
Menurut Trend, KOL cenderung berkomunikasi 1 arah dengan audiensnya, karena berperan sebagai speaker (pembicara) yang ahli di bidangnya. Sementara influencer mau tak mau harus sering menjalin interaksi dengan audiensnya, sehingga tak mungkin berkomunikasi 1 arah saja.
Ya, algoritma media sosial yang menekankan adanya interaksi membuat influencer harus senantiasa mencari cara yang unik dan menarik untuk bisa berinteraksi dengan para audiens.
Kegiatan Sehari-hari
Di samping menyuarakan pendapat tentang suatu produk atau jasa, seorang KOL juga memiliki profesi penuh waktu yang dijalankannya untuk menyambung hidup. Melalui profesi inilah, KOL menjadi seorang ahli di bidangnya. Misalnya, seorang dokter spesialis kulit yang menjadi KOL di bidang kesehatan kulit.
Sementara influencer lebih banyak menghabiskan waktu untuk membuat berbagai konten menarik demi menambah jumlah followers dan mempertahankan followers yang sudah ada.
Kesimpulan
Meski tampak sama, tetapi ternyata ada perbedaan yang cukup signifikan di antara KOL dan influencer. KOL mampu memengaruhi masyarakat umum lewat keahliannya pada bidang tertentu. Sementara influencer mampu memengaruhi para pengguna media sosial melalui konten dan caranya saat mengulas produk atau jasa yang sesuai minatnya, bukan keahliannya.
Saat hendak memasarkan suatu produk atau jasa, brand sebenarnya bisa mengombinasikan influencer dan KOL. Sebagai contoh, saat skincare brand meluncurkan produk serum vitamin C terbaru, brand tersebut dapat mengadakan acara live streaming di YouTube bersama dokter kecantikan sekaligus memasarkannya lewat Instagram menggunakan jasa beberapa micro influencers. Dengan demikian, maka masyarakat akan ‘tergoda’ untuk membelinya sekaligus yakin akan kualitas dan keamanan dari serum vitamin C tersebut.