Selain gaji, hak cuti karyawan juga merupakan salah satu jenis kompensasi yang penting di setiap perusahaan, baik besar maupun kecil. Mengutip pernyataan Badan Kepegawaian Negara dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara No. 24 Tahun 2017, cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
Aturan cuti karyawan telah dilandasi Undang-Undang yang jelas. Dengan demikian, jika perusahaan melakukan pelanggaran, maka perusahaan tersebut dapat mendapat hukuman.
Aturan Cuti Karyawan
Aturan cuti karyawan awalnya diatur di dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Namun, sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020 dan diundangkan pada 2 November 2020, maka cuti karyawan diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan ini.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, ada beberapa jenis cuti yang menjadi hak setiap karyawan di Indonesia, antara lain:
Cuti Tahunan
Di dalam Pasal 79 ayat 1 (b) disebutkan bahwa pengusaha wajib memberi cuti bagi karyawannya. Kewajiban itu diperjelas di Pasal 79 ayat 1 (c ) yang berbunyi demikian:
Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
Cuti Sakit
Karyawan yang tidak bisa bekerja karena sakit juga diizinkan untuk mengambil waktu istirahat sesuai jumlah hari yang disarankan dokter. Cuti sakit diatur di dalam Pasal 153 ayat 1 (a), (e), dan (j) yang berbunyi demikian:
“(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:
a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.”
Cuti Bersama
Cuti bersama juga diberikan kepada setiap karyawan sesuai Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.302/MEN/SJ-HK/XII/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Cuti Bersama. Cuti bersama ini umumnya ditetapkan menjelang hari raya besar keagamaan.
Cuti Melahirkan
Cuti melahirkan tengah jadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Sebelumnya Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 mengaturnya di Pasal 82 sebagai berikut:
“(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.”
Namun, sejak pengesahan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) pada Kamis, 30 Juni 2022 lalu, hak cuti ini berubah jadi 6 bulan untuk pekerja wanita dan maksimal 40 hari untuk pekerja pria yang istrinya melahirkan.
Jika sang istri keguguran, maka pekerja wanita tersebut akan mendapatkan cuti 1,5 bulan saja dan suaminya akan mendapatkan cuti 7 hari saja. Cuti melahirkan ini diatur di dalam RUU KIA Bab II Pasal 4 ayat (2) a dan b.
Cuti Lainnya
Selain cuti di atas, UU Cipta Kerja Pasal 79 ayat 5 juga mengizinkan perusahaan untuk memberikan istirahat panjang lainnya yang diatur di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Metode Perhitungan Cuti
Sebagai informasi, terdapat beberapa metode perhitungan cuti yang diterapkan di Indonesia, di antaranya:
Annually Method
Perusahaan yang menerapkan annually method atau metode tahunan memberikan periode tertentu untuk memunculkan hak cuti karyawan. Umumnya cuti akan diberikan setiap awal tahun dan berakhir pada akhir tahun.
Dengan demikian, cuti karyawan lama akan dihitung per Januari (akan habis pada bulan Desember), sedangkan cuti karyawan baru akan dihitung secara proporsional sesuai jumlah bulan sejak ia pertama kali masuk kerja.
Anniversary Method
Sesuai namanya, perusahaan yang menerapkan metode ini akan memberlakukan 12 hari cuti usai karyawannya bekerja minimal selama 12 bulan.
Berbeda dengan annually method, pada metode ini, cuti berlaku selama 12 bulan penuh. Contoh: Pada April 2021, Ani telah genap bekerja selama 12 bulan. Jadi, Ani mendapatkan 12 hari jatah cuti di dalam setahun yang akan berakhir pada Maret 2022.
Monthly Method
Pada metode bulanan ini, setiap karyawan memiliki hak cuti tahunan sebanyak 1 hari saja per bulannya. Metode ini dapat diberlakukan secara variatif sejak saat pertama kali karyawan masuk atau setelah masa kerja selama 12 bulan penuh.
Cuti Dapat Diuangkan?
Jika perusahaan ingin memutuskan hubungan kerja dengan karyawan, maka pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 Pasal 156 ayat 4 (a), salah satu uang penggantian hak yang harus diterima karyawan itu mencakup cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
Sedangkan Pasal 157 menjadi acuan untuk melakukan perhitungan jumlah dari uang penggantian hak cuti tahunan. Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) menginformasikan soal perhitungan uang penggantian hak cuti sebagai berikut:
“Apabila mengacu pada ketentuan pasal 157 UU No. 13 Tahun 2003 mengenai komponen upah untuk pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan pengganti hak yang seharusnya diterima, apabila di analogikan, maka upah sehari untuk pembayaran kompensasi cuti tahunan dalam hal terjadi PHK adalah sebesar 1/30 dari upah sebulan.” – Waktu Istirahat dan Cuti, Kemanaker RI
Pemerintah juga bahkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 sebagai penguat hak karyawan untuk menerima uang penggantian hak cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur (Pasal 40), bahkan untuk karyawan yang resign atas kemauan sendiri (Pasal 50).
Sanksi bagi Perusahaan
Peraturan cuti yang telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja harus dipatuhi semua perusahaan. Jika perusahaan melanggarnya, maka perusahaan itu akan dikenai sanksi sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 187 ayat 1 berikut ini:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat(2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau Pasal 144 dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sebagai contoh, jika perusahaan memberikan jatah cuti karyawan kurang dari 12 hari untuk 1 tahun, maka perusahaan itu akan dikenai sanksi kurungan penjara antara 1 bulan atau paling lama 1 tahun disertai denda minimal Rp10.000.000 atau maksimal Rp100.000.000.
Kesimpulan
Hak cuti karyawan merupakan hak yang wajib diterima setiap karyawan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ada berbagai jenis cuti yang wajib diberikan dan ada beberapa metode yang bisa diterapkan untuk memberikan jatah cuti.
Oleh karena itu, perhitungan cuti terkadang bisa saja membingungkan bagi pihak HRD perusahaan dan karyawan lainnya. Untuk meminimalkan kebingungan tersebut, perusahaan bisa menggunakan modul HRIS dari ERP iDempiere yang memungkinkan otomatisasi pengajuan dan perhitungan cuti.
Selain untuk keperluan cuti, ERP iDempiere juga bisa mengotomatisasi dan mengintegrasi proses HRD lainnya, seperti: pembayaran gaji, pinjaman (kasbon), dan rekrutmen.
Tak hanya itu, ERP iDempiere juga bisa dikustomisasi sesuai keunikan proses bisnis dan dipakai tanpa batasan jumlah pengguna (unlimited user). Untuk informasi lebih lanjut tentang demo atau implementasi ERP iDempiere, silakan hubungi Kosta Consulting di nomor 0821-2228-2266.
baca juga : cara menentukan gaji karyawan