Hidangan manis dengan gula yang melimpah memang nikmat bagi banyak orang. Namun, bagaimana dampak gula bagi otak manusia?
Beberapa orang percaya bahwa gula dapat menjadi mood booster dan membawa dampak yang positif bagi otak manusia. Apakah benar demikian? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini.
Menurut Kamus Istilah Kementerian Kesehatan Indonesia, gula adalah jumlah seluruh monosakarida (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa) yang terdapat pada pangan dan bahan yang ditambahkan. Sedangkan jenis gula yang memberikan asupan energi ke otak adalah glukosa.
Apabila kadar gula darah di dalam tubuh terlalu rendah, maka otak tidak akan bisa berfungsi dengan baik sehingga sulit berkonsentrasi dan mudah marah.
Namun, kadar gula yang berlebihan ternyata juga kurang baik bagi otak, terutama gula rafinasi yang biasanya ditambahkan ke berbagai hidangan manis. Gula rafinasi sendiri merupakan gula pengolahan dan pemurnian gula kristal yang dinilai berbahaya bagi kesehatan, sehingga pemerintah melarangnya untuk diperjualbelikan secara bebas.
Kadar gula yang berlebihan pada otak dapat merusak keterampilan kognitif dan pengendalian diri seseorang. Bagi beberapa orang, sedikit gula saja bahkan sudah cukup untuk menyebabkan kecanduan. Agar lebih jelas, ini dia deretan dampak gula bagi otak manusia:
Penelitian yang diterbitkan di dalam American Journal of Clinical Nutrition menggunakan glycemic index (GI), yaitu ukuran bagaimana makanan tertentu diubah menjadi gula di dalam tubuh.
Penelitian tersebut menemukan bahwa konsumsi makanan dengan GI yang tinggi dapat memicu rasa lapar yang lebih tinggi daripada makanan dengan GI yang rendah.
Makanan dengan kandungan gula yang tinggi meningkatkan dorongan adiktif yang lebih besar di otak, sehingga terus memicu rasa lapar.
Studi tentang aktivitas otak membuktikan bahwa makan berlebihan dapat mengubah sistem penghargaan (reward system) di otak manusia. Proses ini mengawali kecanduan.
Seiring berjalannya waktu, manusia akan membutuhkan zat yang lebih besar untuk mencapai tingkat penghargaan yang sama, sehingga berakhir pada kecanduan gula.
Studi yang diterbitkan PLoS One bahkan menemukan bahwa makanan manis bisa jadi lebih adiktif daripada kokain. Meskipun pengujiannya dilakukan pada hewan, tetapi rasa manis yang intens dapat melampaui ‘kenikmatan’ yang ditawarkan kokain, bahkan pada pecandu obat-obatan terlarang.
Gula juga memengaruhi suasana hati. Pada orang muda yang sehat, kemampuan untuk memproses emosi dapat terganggu akibat peningkatan glukosa darah.
Studi lain yang diterbitkan di dalam Diabetes Care menemukan bahwa penderita diabetes tipe 2 melaporkan peningkatan perasaan sedih dan cemas selama hiperglikemia akut (peningkatan gula darah).
Salah satu studi menghubungkan gula dengan depresi. Analisis konsumsi makanan dan suasana hati dari 23.245 orang yang terdaftar di dalam studi Whitehall II menemukan tingkat konsumsi gula yang lebih tinggi berkaitan dengan insiden depresi yang lebih besar.
Penelitian yang diterbitkan pada tahun 2017 di Jurnal Scientific Reports menemukan bahwa orang-orang dengan tingkat konsumsi gula tertinggi memiliki kemungkinan 23% lebih tinggi untuk didiagnosis dengan gangguan mental daripada mereka dengan asupan gula terendah.
Kelebihan gula dapat membahayakan tubuh secara keseluruhan. Peningkatan glukosa di dalam aliran darah dapat memperlambat fungsi kognitif, hingga menyebabkan defisit di dalam hal memori dan perhatian.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gula yang tinggi dapat menyebabkan peradangan otak, yang berujung pada kerusakan pada memori.
Studi yang diterbitkan Behavioral Brain Research pada tahun 2016 menemukan gejala peradangan pada hipokampus tikus yang diberikan banyak gula, tetapi tidak pada tikus yang diberikan diet standar.
Untungnya, peradangan yang diakibatkan gula berlebih ini tidak bersifat permanen. Sebuah studi yang diterbitkan di dalam jurnal Appetite pada tahun 2017 menemukan bahwa kerusakan pada memori akibat gula berlebih itu bisa dikurangi dengan diet rendah gula dan diet rendah GI.
Peningkatan glukosa darah dapat merusak pembuluh darah. Kerusakan ini merupakan penyebab utama komplikasi vaskular diabetes, yang menyebabkan masalah lainnya, seperti kerusakan pembuluh darah di otak dan mata yang mengakibatkan retinopati.
Studi pada penderita diabetes jangka panjang juga menunjukkan kerusakan otak progresif, sehingga menyebabkan defisit pembelajaran, memori, kecepatan motorik, dan fungsi kognitif lainnya.
Terlalu sering terpapar kadar glukosa yang tinggi juga mengurangi kapasitas mental, karena kadar HbA1c yang lebih tinggi telah berhubungan dengan penyusutan otak yang lebih tinggi.
Bagi orang-orang yang tidak menderita diabetes pun, konsumsi gula yang lebih tinggi dapat menurunkan fungsi kognitif. Efek ini diduga terjadi akibat kombinasi hiperglikemia, hipertensi, resistensi insulin, dan peningkatan kolesterol.
Gula memang bermanfaat bagi otak manusia, tetapi kandungan gula berlebih yang biasanya terdapat di hidangan olahan dengan rasa manis bersifat berbahaya. Untuk menghindari berbagai dampak berbahaya di atas, sebaiknya ganti konsumsi gula buatan dengan gula alami yang berasal dari buah-buahan segar.
Selain memberikan rasa manis dan memuaskan, konsumsi buah segar juga memberikan bonus tambahan serat, antioksidan, dan fitokimia yang mengurangi lonjakan gula di dalam aliran darah dan menghindarkan tubuh dari dampak negatifnya.
PostgreSQL adalah salah satu sistem manajemen basis data relasional (RDBMS) yang populer di kalangan developer.…
Dalam dunia bisnis yang semakin berkembang, perusahaan memerlukan sistem manajemen yang efektif dan efisien untuk…
Sistem perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) adalah sebuah solusi perangkat lunak yang menyediakan platform terpadu…
ERP (Enterprise Resource Planning) merupakan software yang digunakan oleh perusahaan untuk mengintegrasikan dan mengelola semua…
Dalam dunia bisnis modern, teknologi informasi menjadi hal yang sangat penting. Salah satu teknologi informasi…
Dalam era digital saat ini, tidak ada bisnis yang dapat beroperasi tanpa perangkat lunak terpadu…