Cuti melahirkan atau bersalin sedang hangat-hangatnya dibahas oleh para netizen Indonesia. Hal ini dikarenakan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan anak (RUU KIA) yang resmi disahkan sebagai RUU inisiatif DPR di dalam Rapat Paripurna, Kamis, 30 Juni 2022.
Di dalam RUU tersebut, tertulis bahwa setiap ibu yang bekerja berhak atas cuti bersalin minimal 6 bulan. Hal ini turut menimbulkan pertanyaan baru, yaitu: “Bagaimana cuti untuk bapak yang istrinya melahirkan?”
Perjalanan Cuti Melahirkan
Sebelum adanya RUU KIA, setiap pekerja wanita yang akan melahirkan hanya akan memperoleh cuti selama 3 bulan mendekati masa kelahiran, yaitu 1,5 bulan sebelum persalinan dan 1,5 bulan setelah persalinan. Hal ini diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 82 ayat 1 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut:
“Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.”
Peraturan ini tidak menetapkan durasi minimal maupun maksimal untuk cuti bersalin, sehingga perusahaan bisa memberikan durasi cuti yang lebih panjang. Pasal 84 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menetapkan pengupahan selama masa cuti, yaitu:
“Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat hamil dan melahirkan berhak mendapat upah penuh.”
Namun, hal itu berubah sejak pengesahan RUU KIA. RUU KIA Bab II Pasal 4 ayat (2) a dan b berbunyi sebagai berikut:
“Setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan, mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran.”
Selama cuti tersebut, pekerja wanita tidak bisa diberhentikan dari pekerjaannya dan harus tetap memperoleh haknya sebagai pekerja.
RUU KIA Bab II Pasal 5 ayat (2) juga mengatur pembayaran upah untuk ibu yang cuti dalam rangka melahirkan sebagai berikut:
“Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat [2] huruf a mendapatkan hak secara penuh 100 persen untuk 3 bulan pertama dan 75 persen untuk 3 bulan berikutnya.”
Dengan demikian, selama 3 bulan pertama masa cuti, pekerja akan dibayar gajinya secara penuh (100%). Namun, mulai bulan ke-4 dan seterusnya gajinya akan dibayarkan 75%.
baca juga : hak cuti karyawan dan sejenisnya
Tujuan RUU KIA
Tujuan penetapan RUU KIA ini sendiri adalah untuk mewujudkan rasa aman dan tenteram ibu dan anak, sehingga meningkatkan kualitas hidup serta kesejahteraan lahir dan batin.
Melansir Kompas, Puan Maharani selaku Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengatakan bahwa ada sejumlah hak dasar yang harus diperoleh seorang ibu. Hak-hak itu di antaranya: hak mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, serta hak mendapat perlakuan khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
Selain itu, para ibu juga berhak atas rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Tak hanya itu, setiap ibu juga berhak atas waktu yang cukup untuk memberikan ASI bagi anak-anaknya.
Puan Maharani menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak atau golden age, yaitu pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sebagai penentu masa depan anak.
Cuti Melahirkan bagi Suami
RUU KIA juga memberikan cuti bagi suami sebagai pendamping hidup pekerja wanita yang cuti untuk melahirkan. Sang suami diizinkan untuk cuti paling lama 40 hari dan jika istri keguguran hanya diizinkan untuk cuti maksimal 7 hari.
Aturan cuti untuk pekerja pria yang istrinya melahirkan ini ternyata sudah diterapkan di banyak negara maju di berbagai belahan dunia, antara lain: Jepang, Lithuania, Swedia, Estonia, Islandia, Norwegia, Slovenia, Portugal, Prancis, dan Kanada.
Kesimpulan
Cuti melahirkan kini jadi 6 bulan untuk pekerja wanita dan maksimal 40 hari untuk pekerja pria yang istrinya melahirkan. Jika sang istri keguguran, maka pekerja wanita tersebut akan mendapatkan cuti 1,5 bulan saja dan suaminya akan mendapatkan cuti 7 hari saja.